Skip to main content

Namaku Habibi

Namaku Habibie. Demikian kedua orangtua tercinta menyapaku. Bapakku Maming memberikan nama itu. Menurut pengakuan Bapakku yang kudengar dari Emakku Dg Halika bahwa nama itu dipilih agar nanti kalau sudah besar bisa sehebat BJ Habibie, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek). Bapak punya impian kelak aku sesukses mantan Presiden RI 4 itu. Bapak berharap ada anaknya yang memiliki pengaruh di dunia ini seperti BJ Habibie. Bapak mengidolakan BJ Habibie, selain hebat teknologi, taat menjalankan ajaran agama Islam.

Asal usul pemberian namaku kata Bapak, selain mencontek nama BJ Habibie nama itu ditemukan juga dalam kitab al-Barzanji. Sebelum Bapak bergabung organisasi Muhammadiyah, beliau lebih suka baca barzanji daripada al-Qur'an. Dan aku anaknya yang beruntung sering ikut barzanji pada pesta pernikahan, syukuran, dan naik rumah. Aku senang ikut Bapak berbagai acara di kampungku. Tiap pulang dari barzanji dapat bungkusan makanan enak. Semua kue dan jenis makanan bugis-makassar bisa dinikmati. Sebagian bisa bawa pulang ke rumah.

Setelah Bapak ikut pengajian Muhammadiyah Bapak secara bertahap meninggalkan kitab barzanji dan lebih banyak baca al-Qur'an. Bapak lebih sering ikut mendengarkan ceramah di masjid Muhammadiyah. Juga, Bapak ada hobi baru suka baca buku. Padahal, Bapak hanya tamatan kelas 2 SR (sekolah rakyat). Awalnya, Bapak masih terbata membaca buku agama seperti fiqhi, hadits dan semacamnya. Seiring waktu berjalan Bapak amat lancar membaca. Buku-buku yang dibaca Bapak dipinjamkan oleh jamaah Muhammadiyah yang melihat Bapakku bersemangat belajar agama. Hampir tiap hari jika ada kesempatan Bapak baca buku. Buku yang dibaca tebal-tebal: Bulughul Maram, Riyadhusholihin, Shiranabawiya cs.

Tiap ada teman-teman yang ajak ke pesta baca al-Barzanji,Bapak sering bilang pada teman-temannya yang membujuknya ikut baca al-Barsanji lagi. "Al-Qur'an lebih utama dari kitab barzanji. Barzanji hasil karangan manusia dari hasil perperlombaan jaman.... Lagi pula tiap baca al-Qur'an kita manusia dapat pahala, belum lagi kalau kita baca di bulan Ramadhan pahalanya berlimpa ganda. Sesekali Bapak berdebat. Jika Bapak berdebat soal agama tak terkalahkan di kampung kami. Padahal Bapak bukan ustadz. Pernah suatu waktu ada seorang ustadz, guru kampung, datang ke rumah agar Bapak kembali ke jamaah untuk baca barzanji lagi. Ustadz itu pulang tanpa bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Bapak.

Kehebatan Bapak berdebat membuatku terkesima. Luar biasa. Terkadang Bapak membuka lembaran kitab-kitab itu untuk menyakinkan 'laman' debatnya.

Bapak memang tidak pernah beli buku. Tapi buku yang dipinjam dari temannya bisa dilahap dan dimasukkan dalam otaknya. Bapak cerdas. Andai orangtuanya, kakekku membimbing dan menyekolahkan beliau Bapak seorang profesor.

Di dalam kitab itu Bapak tahu arti habibi, yaitu kekasihku.

Bapak adalah spesialis pemberi nama dari anak-anaknya. Dari 11 darah dagingnya yang keluar dari rahim Emakku beliau yang memberi nama. Mulai dari anaknya yang sulung hingga bungsu:.... Hamzah, ....Nurliah, Khaeruddin, Khaerman, dan aku sendiri Habibi. Serta ketiga adikku, Hasna, Muhammad Anas, Nurkhaerah. Dari segi bahasa Arab semua punya makna bagus. Karena nama itu adalah doa. Begitu kata hadits Rasulullah SAW. Bapak mempercayai itu.

Dari sebelas bersaudara tiga orang kakaku sudah kembali keharibaan-Nya: ...

Emak-Bapak bukan keturunan darah biru di tanah bugis Pangkep. Kedua orangtuaku rakyat biasa. Karena itu pula, di depan namanya tak ada sebutan Andi termasuk kami anak-anaknya seperti nama Andi Mallarangeng, Andi Golib, Andi Mattalatta dan semacamnya. Namun, dalam lubuk hati yang terdalam kedua orangtuaku punya visi besar membangun keluarga. Lihat saja dari pemberian nama saudaraku. Hamzah: sahabat Rasulullah. Nurliah: Cahaya diketinggian...

Profesi Bapak adalah petani padi di kampung Galungboko, desa Kabba Kabupaten Pangkep, Suawesi Selatan. Emak seorang rumah tangga yang sesekali ke sawah membantu suaminya jika usai mengurus anak-anaknya di rumah. Biasanya Emak punya jatah libur di sawah setelah melahirkan. Anak berusia setahun sudah bisa dititip di rumah keluarga sebelah rumah. Rumah Tante Nabe'. Di situ saudaraku yang masih kecil ditampun hingga orangtua pulang dari sawah. Termasuk aku semasa kecil ditampung di rumah Tante Abe'. Setelah pulang dari sawah, waktu magrib Emak mengambil anak-anaknya di rumah kakaknya, Dg Nabe. Atau terkadang kami anak-anaknya pulang sendiri ke rumah jika sudah magrib. Dan terkadang juga diteriakin, jika belum balik ke rumah. Jarak rumahku dengan rumah tante Abe berdampingan, 3 meter jaraknya rumah kami.

Rumah keluargaku berdekatan semua. Baik keluarga Emak juga keluargaku dari pihak Bapak. Semua hidup di kampung Galungboko. 100 %semua menetap di Galungboko.

Kedua orangtuaku memiliki kepribadian yang unik. Pasangan yang serasi. Satu serangkai.

Secara fisik, Bapak keperawakan agak kecil. Sedikit hitam tapi manis. Hehehe... Berbicara fisik, Bapak punya otot berisi. Kuat padat. Fisik Bapak mirip kakaku Kherman. Bapak, kecil-kecil cabe rawit. Biar kecil tapi soal kerja Bapak ahlinya. Tidak mundur hingga pekerjaan itu diselesaikan. Tidak pernah menunda pekerjaan. Biar hujan dan terik matahari menghujam kulit dan tulang beliau. Bapak tidak jadi penghalang melanjutkan aktivitas persawahan. Tak ada kata berteduh dalam kamus kerja Bapakku. Ia pekerja keras
yang pernah kukenal dalam hidupku. Fisiknya kuat, jarang sakit. Terima kasih Bapak telah mengajari aku bertahan hidup.

Comments

Popular posts from this blog

Kisahku II

Dari sebelas bersaudara tiga orang kakaku sudah kembali keharibaan-Nya. Emak-Bapak bukan keturunan darah biru di tanah bugis Pangkep.Gapak demikian juga, kedua orangtuaku rakyat biasa. Karena itu pula, di depan namanya tak ada sebutan Andi termasuk kami anak-anaknya seperti nama Andi Mallarangeng, Andi Golib, Andi Mattalatta dan semacamnya. Namun, dalam lubuk hati yang terdalam kedua orangtuaku punya visi besar membangun keluarga. Meski selama di KI jakarta aku menyalagunakan nama Andi untuk strata sosial. Khususnya pemilihan organisasi...hehehe Profesi Bapak adalah petani padi di kampung Galungboko, desa Kabba Kabupaten Pangkep, Suawesi Selatan. Emak seorang rumah tangga yang sesekali ke sawah membantu suaminya jika usai mengurus anak-anaknya di rumah. Biasanya Emak punya jatah libur di sawah setelah melahirkan. Anak berusia setahun sudah bisa dititip di rumah keluarga sebelah rumah. Rumah Tante Nabe'. Di situ saudaraku yang masih kecil ditampun hingga orangtua pulang dari sawah. ...

Kisahku (Galungboko)

Masa kecilku dihabiskan di kampung Galung-boko. Bapak-Emakku juga lahir dari Galung-boko. Artinya, Emak-Bapak sekampung. Nenek-Kakek dari Bapak-Emak juga lahir di sini. Hingga kini, sanak keluargaku menetap tingga di sini. Hampir seratus persen di kampung ini keluargaku. Jika bukan ada penduduk bukan dari sanak keluargaku, bisa disebut pendatang baru di kampungku. Mayoritas keluargaku menikah dengan hubungan darahnya. Alasan nenek moyangku menikahkan anak cucunya satu darah agar harta yang akan dibagi tidak ke keluarga orang lain. Kan sayang, begitu kata Pamanku saat aku masih berusia 11 tahun. Aku dengar paman Manji saat berbincang dengan orang di depan rumahku. Dan pemahaman seperti ini berakarkuat di kampungku hingga saat ini. Dalam bahasa bugis, galung artinya sawah. Sedangkan boko adalah membelakangi. Arti kampungku "Galung-boko" sawah yang dibelakangi. Memang jika dilihat rumah penduduk di kampungku membelakangi sawah. Hampir semua sawah yang ada di belakang rumah. Ya, ...

Kisahku (Emak Ello Menre Mekka)

Aku baru tahu penyebab Emak amat perhitungan mengeluarkan uang dari lemari uang. Emak ingin naik haji. Lemari uang Emak mirip berangkas fugsinya. Hanya bentuknya agak beda. Lemari uang Emak mirip lemari kaca. Di atasnya menaruh pakaian keluarga yang masih baru. Di lacinya Emak menaruh uang dan beberapa barang berharga seperti emas dan surat berharga dibungkus kain. Yang bisa mengoperasikan lemari itu hanya Emak. Lemari itu hanya Emak yang tahu kuncinya dimana ditaruh. Emak menaruh kuncinya berpindah. Tujuan agar orang yang melihat menaruhnya kesulitan mencarinya. Saking seringnya berpindah tempat Emak menaruh kuncinya.Berapa kali Emak kebingungan sendiri. Emak sering lupa ditaruh dimana kunci 'berangkas' itu. Jika kondisi seperti itu Emak kelimpungan. Panik. Uang yang dikumpulkan dari hasil jual telur, gabah, sapi dan lainnya hilang seketika. Emak terkadang berpikir demikan. Hal-hal yang tak mungkin terpikirkan Emak pikirkan. "Jangan-jangan ada pencuri yang memasuki rumah ...