Aku baru tahu penyebab Emak amat perhitungan mengeluarkan uang dari lemari uang. Emak ingin naik haji. Lemari uang Emak mirip berangkas fugsinya. Hanya bentuknya agak beda. Lemari uang Emak mirip lemari kaca. Di atasnya menaruh pakaian keluarga yang masih baru. Di lacinya Emak menaruh uang dan beberapa barang berharga seperti emas dan surat berharga dibungkus kain. Yang bisa mengoperasikan lemari itu hanya Emak. Lemari itu hanya Emak yang tahu kuncinya dimana ditaruh. Emak menaruh kuncinya berpindah. Tujuan agar orang yang melihat menaruhnya kesulitan mencarinya. Saking seringnya berpindah tempat Emak menaruh kuncinya.Berapa kali Emak kebingungan sendiri. Emak sering lupa ditaruh dimana kunci 'berangkas' itu. Jika kondisi seperti itu Emak kelimpungan. Panik. Uang yang dikumpulkan dari hasil jual telur, gabah, sapi dan lainnya hilang seketika. Emak terkadang berpikir demikan. Hal-hal yang tak mungkin terpikirkan Emak pikirkan. "Jangan-jangan ada pencuri yang memasuki rumah kita?" Kata Emak dengan bahasa Bugis.
"Coba cari dulu, mungkin salah taruh." Jawab Bapak berusaha menenangkan istrinya yang baru pulang dari sawah panen.
"Saya masih ingat, kunci saya taruh di bawah kasur tempat tidur."
Jika demikian Bapak hanya terdiam. Ia berusaha membantu istrinya.
Kami anak-anak tanpa bertanya bisa tahu kalau Emak mencari kunci lemari uang. Kita paham, Emak hampir tiap hari membuka lemari itu. Sekedar melihatnya, memasukkan uang baru, atau mengambil untuk dipinjamkan ke keluarga yang ingin pinjam uang. Tiap membuka lemari uang itu Emak menghitung ulang jumlah itu. Itu kebiasaan Emak. Jika asyik menghitung uang Emak lupa kalau sedang masak. Pernah suatu untung ada Bapak. Nasi yang sedang dinanak hampir sudah berbau gosong.
"....," ceramah Bapak.
Emak mengangguk-angguk sembari menutup laci uangnya.
Emat tahu persis tata letak isi lemari itu yang lebih tepatnya disebut lemari pakaian. Emak menyulap lemari pakaian itu jadi "brangkas" uang. Emak punya kehebatan mengelola kas rumah tangga. Beliau bisa mengembang-biakan uang yang ada dari hasil pertahian dan peternakan keluarga. Emak menyewa sawah orang untuk dikerjakan suami dan anak-anaknya. Sawah itu disewah hingga peminjam sawah itu mampu membayarnya.
Di kampungku, peminjam uang tidaklah gratis tapi ada istilah pakatenni. Istilah pakatteni mirip bentuk peminjaman di bank. Tapi sistem pengembalian uang yang dipinjaman agak berbeda. Si peminjam uang harus mappakateni sawah, empang atau ladang. sawah itu pakkateni hingga si peminjam bisa membayarnya. Sawah itu jadi hak milik orang yang meminjamkan uang hingga bisa membayar uang yang dipinjam tadi. Bagaimana jika uang yang dipinjam tidak bisa membayarnya? Ya, sawah itu jadi hak kelola dan mengambil hasilnya. Biasanya, sawah yang tepatnya disebut sawah jaminan itu sama luas dengan uang yang dipinjamkan. Terkadang ada pemilik sawah mengerjakan sawah itu lagi tapi jaminan bagi dua hasilnya dengan yang makkateni tadi.
Emak yang jago mengumpulkan uang banyak makkateni sawah. Bisa disebut Emak-Bapak petani sukses di Galungboko, kampungku.
"Coba cari dulu, mungkin salah taruh." Jawab Bapak berusaha menenangkan istrinya yang baru pulang dari sawah panen.
"Saya masih ingat, kunci saya taruh di bawah kasur tempat tidur."
Jika demikian Bapak hanya terdiam. Ia berusaha membantu istrinya.
Kami anak-anak tanpa bertanya bisa tahu kalau Emak mencari kunci lemari uang. Kita paham, Emak hampir tiap hari membuka lemari itu. Sekedar melihatnya, memasukkan uang baru, atau mengambil untuk dipinjamkan ke keluarga yang ingin pinjam uang. Tiap membuka lemari uang itu Emak menghitung ulang jumlah itu. Itu kebiasaan Emak. Jika asyik menghitung uang Emak lupa kalau sedang masak. Pernah suatu untung ada Bapak. Nasi yang sedang dinanak hampir sudah berbau gosong.
"....," ceramah Bapak.
Emak mengangguk-angguk sembari menutup laci uangnya.
Emat tahu persis tata letak isi lemari itu yang lebih tepatnya disebut lemari pakaian. Emak menyulap lemari pakaian itu jadi "brangkas" uang. Emak punya kehebatan mengelola kas rumah tangga. Beliau bisa mengembang-biakan uang yang ada dari hasil pertahian dan peternakan keluarga. Emak menyewa sawah orang untuk dikerjakan suami dan anak-anaknya. Sawah itu disewah hingga peminjam sawah itu mampu membayarnya.
Di kampungku, peminjam uang tidaklah gratis tapi ada istilah pakatenni. Istilah pakatteni mirip bentuk peminjaman di bank. Tapi sistem pengembalian uang yang dipinjaman agak berbeda. Si peminjam uang harus mappakateni sawah, empang atau ladang. sawah itu pakkateni hingga si peminjam bisa membayarnya. Sawah itu jadi hak milik orang yang meminjamkan uang hingga bisa membayar uang yang dipinjam tadi. Bagaimana jika uang yang dipinjam tidak bisa membayarnya? Ya, sawah itu jadi hak kelola dan mengambil hasilnya. Biasanya, sawah yang tepatnya disebut sawah jaminan itu sama luas dengan uang yang dipinjamkan. Terkadang ada pemilik sawah mengerjakan sawah itu lagi tapi jaminan bagi dua hasilnya dengan yang makkateni tadi.
Emak yang jago mengumpulkan uang banyak makkateni sawah. Bisa disebut Emak-Bapak petani sukses di Galungboko, kampungku.
Comments
Post a Comment